Setiap hari seorang anak laki-laki bernama Jad berbelanja makanan ke toko Ibrahim (nama muslim turki) itu. selesai berbelanja, dilihatnya Ibrahim lengah, ia selalu mengambil sepotong coklat tanpa membayar. Begitulah dilakukannya sekian lama. Hingga suatu hari, mungkin karena tergesa-gesa, Jad lupa mengambil sepotong coklat seperti biasanya. Selesai membayar, ia langsung beranjak pergi. Namun tiba-tiba Ibrahim memanggilnya, “Nak, kenapa kau tak mengambil sepotong coklat sebagaimana biasanya?”
Anakitu amat terkejut mendengar perkataan Ibrahim. Selama ini, ia mengira Ibrahim tidak mengetahui perbuatannya. Dengan rasa takut, Jad meminta maaf pada Ibrahim. Dia memohon agar Ibrahim tidak menceritakan hal ini pada orang tuanya. Ibrahim berjanji tak akan mengatakan ini pada orang tua Jad, asal iapun berjanji tak akan mengulangi perbuatannya, mengambil sesuatu tanpa izin. Lantas Ibrahim pun berkata pada Jad, “Sekarang ambillah sepotong coklat untukmu sebagaimana biasanya. Itu menjadi hakmu.”
Alangkah senangnya Jad. Sejak hari itu, ia sering berkunjung ke tempat Ibrahim walaupun tak ada keperluan berbelannja. Hubungan mereka semakin akrab laksana ayah dan anak. Hubungan antara seorang anak berusia 7 tahun dengan muslim turki berusia 50 tahun. Jad kemudian sering datang kepada Ibrahim guna meminta solusi atas beragam masalahnya. Tiap Jad kesana, Ibrahim menyerahkan sebuah kitab padanya dan di suruh membuka secara acak. Lantas Ibrahim membaca dua lembar yang telah dipiliihnya, kemudian dia memberi solusi sesuai apa yang dibacanya untuk jalan keluar bagi masalah Jad. Dan ternyata semua masalah Jad bisa selesai dengan baik. Begitulah, setiap ada masalah, Jad selalu datang pada Ibrahim dan Ibrahim melakukan hal yang sama seperti hari-hari kemarin.
***
Tanpa terasa waktu terus berjalan. Belasan tahun mereka menjalin persahabatan, hingga usia Jad kini 24 tahun dan Ibrahim 67 tahun. Akhirnya Ibrahim wafat di usianya yang ke 67 thun. Sebelum wafat, ia memberikan wasiat sebuah kotak pada anak-anaknya, agar diberikan pada Jad. Kotak itu berisi kitab yang sering ia gunakan untuk memberikan solusi pada Jad.
Jad begitu terguncang mendengar Ibrahim wafat. Dia baru tahu Ibrahim wafat, saat anak Ibrahim menyerahkan wasiat itu. ia merasa kehilangan seseorang yang dianggapnya paling baik di matanya.
Berhari-hari ia larut dalam kesedihan dan rasa bingung. Tiap ada masalah ia lantas membuka kotak itu, mengambil kitabnya dan membuka secara acak. Lantas dia berusaha membacanya. Namun dia bingung. Semua tulisannya berbahasa Arab dan dia sama sekali tidak faham bahasa Arab.
Tiba-tiba dia ingat temannya orang Tunisia. Segera dia mendatanginya, dan minta tolong untuk membaca dua lembar yang sebelumnya telah ia buka secara acak sebagaimana kebiasaannya dengan Ibrahim dulu. Jad kemudian menceritakan masalahnya, dan temannya kemudian mencari solusi sesuai apa yang baru dibacanya dari kitab itu. Ternyata solusi itu tepat sesuai masalah yang tengah ia hadapi. Dengan takjub, dia bertanya pada temannya yang orang Tunisia,
“Kitab apakah itu?”
“Ini Al-Qur’an. Kitab suci agama islam”
“Bagaimana agar bisa menjadi muslim?”
Temannya lantas mengatakan, “Hanya dengan membaca dua kalimat syahadat dan mengikuti syari’at”
Maka resmilah hari itu Jad menjadi seorang muslim. Lantas dia mengganti namanya menjadi Jadullah Qur’ani. Sebagai rasa takdzimnya terhadap Al-Qur’an yang mampu menjawab dan mengatasi problema hidupnya selama ini.
Kemudian dia berjanji akan mengabdikan sisa hidupnya untuk berdakwah menyebarkan agama islam. Maka dia mulai mempelajari Al-Qur’an, memahami isinya dan mulai berdakwah. Ia mulai berdakwah di Eropa hingga berhasil mengislamkan enam ribu Yahudi dan Nasrani.
Suatu haru Jadullah membuka lembaran-lembaran Al-Qur’an yang telah dihadiahkan oleh Ibrahim. Ia terkejut, karena di salah satu halamannya terselib peta dunia, dia melihat ada salah satu benua yang dilingkari. Ternyata itu benua Afrika. Disitu juga tertera tanda tangan Ibrahim. Kemudian ada satu ayat yang artinya.
“Serulah (manusia) kepada Tuhanmu, dengan hikmah dan pelajaran yang baik….” (An-Nahl-125)
Jadullah yakin bahwa itu adalah bagian dari wasiat Ibrahim menyebarkan agama islam disana. Maka Jadullah lantas meninggalkan Eropa. Lantas dia mulai berdakwah di Kenya, Kenya bagian selatan yang sebagian bersarnya penduduknya memeluk agama Nashrani.
Dan Jadullah berhasil meng-islamkan 6.000.000 suku Zolo. Itu baru satu suku, belum suku-suku yang lain. Jadullah adalah muslim sejati, da’I hakiki. Dia menghabiskan waktu kurang lebih 30 tahun sejak keislamannya untuk berdakwah. Sebagian besar waktunya, untuk berdakwah di benua Afrika yang gersang dan telah mengislamkan jutaan orang.
Jadullah Qur’ani wafat pada tahun 2003 setelah sebelumnya mengalami sakit diusiannya yang ke 45 tahun. Ia wafat dalam masa-masa berdakwah.
Yang menjadi pertanyaan, apa yang menarik Jadullah hingga ia masuk islam? Jadullah bercerita bahwa selama 17 tahun ia mengenal Ibrahim, tak pernah Ibrahim memanggilnya, “Hai anak kafir!” Bahkan Ibrahim tak pernah menyuruhnya,”Masuklah agama islam!”
Bayangkan selama 17 tahun, Ibrahim tak pernah diskusi masalah agama, masalah yang berhubungan dengan Islam. Namun muslim tua yang tak berpendidikan itu, dengan caranya yang unik. Mampu menarik seorang anak untuk mendalami dan memahami akhlaq Al-Qur’an. Subhanallah.
Menurut kesaksian Shafwat Hijazi (Seorang da’I kondang dari Mesir) saat mengikuti seminat di London. Ia bertemu dengan suku Zolo dan bertanya, apakah ia yang mengislamkan Jadullah? Namun dia menjawab,”Bukan. Aku diislamkan oleh orang yang telah diislamkan oleh Jadullah Al-Qur’ani.” Subhanallah, berapa banyak lagi yang akan masuk islam melalui tangan-tangan orang yang telah diislamkan oleh Jadullah.
Sungguh, proses hidayah Jadullah begitu unik dan membawa begitu banyak berkah. Padahal hal yang membuat Jadullah masuk islam adalah berawal dari seorang muslim tua yang tak berpendidikan, namun memiliki akhlaq yang sangat mulia bahkan teramat mulia.
Sebagai bahan renungan, jangan kita merendahkan seseorang karena pendidikannya atau karena hartanya. Karena seorang Ibrahim telah membuktikan, dengan keterbatasan dirinya, ternyata dia sangat cerdas dalam hal yang sangat jarang terfikirkan oleh mereka yang mengaku berpendidikan dan faham Agama. Semoga Allah memberikan balasan dan tempat yang layak bagi Ibrahim dan membalas semua amal ibadahnya berlipat ganda dan untuk Jadullah Qur’ani, tiada kata yang dapat diucapkan selain rasa syukur, karena Allah telah memperkenalkannya dengan seorang Ibrahim sekaligus memberikan hidayah untuknya. Semoga Allah memberi pahala yang setimpal berkat perjuangannya selama 30 tahun untuk berdakwah dan menyebarkan agama Allah. Aamiin
- Ummu Faros dari Kisah Nyata, Syaikh Imad Ifal